Senin, 26 Desember 2011

DASAR-DASAR PEMETAAN TOPOGRAFI (part 2)


IV.     Peta dan Proyeksi Peta Sebagai Landasan Dasar Pembuatan Peta


Pada hakekatnya permukaan bumi bukanlah merupakan bidang yang datar, Akan tetapi berbentuk bidak ellips yang mendekati bentuk sprees, yaitu bidang sprees yang terbentuk akibat perputaran bumi mengelilingi sumbunya. Sehubungan dengan bentuk kulit bumi yang demikian itu, maka telah di tetapkan salah satu karakteristik tertentu untuk permukaan bumi tersebut yaitu: Perpotongan antara permukaan bumi dengan bidang datar yang melalui sumbu bumi disebut meridian atau garis bujur. Semakin mendekati salah satu kutub bumi, panjang garis busur pada meridian untuk setiap 10, semakin besar (perhatikan gambar berikut).

Gambar Bentuk Dan Ukuran Bumi
 

Sebagai landasan dasar pembuatan peta di Indonesia, dimensi-dimensi permukaan bumi ditentukan berdasarkan kaidah-kaidah yang dikembangkan oleh Bessel. Tabel di bawah ini adalah nomor zone dekat pulau Jawa.

Tabel.    Nomor Zone Dekat Pulau Jawa

No.    Zone
Cakupan                   (garis bujur timur)
Meridian Sentral   (garis bujur timur)
48
49
50
1020 1080
1080 1140
1140 1200
1050
1110
1170

 
Skala dan Pengisian Pada Peta

Skala adalah besarnya produksi yang diambil untuk peta yang di buat terhadap areal permukaan bumi yang sesungguhnya, yaitu perbandingan jarak antara dua buat titik pada peta terhadap jarak antara kedua titik tersebut pada keadaan sebenarnya. Skala umumnya dinyatakan dalam bentuk angka 1 yang dibagi dengan angka tertentu di belakangnya (merupakan bilangan dengan angka 1 sebagai pembilangannya).
Penentuan skala peta di dasarkan pada tingkat ketelitian dan banyaknya informasi yang dibutuhkan mengenai keadaan daerah yang dipetakan, pada ukuran gambar-gambar yang harus dimasukkan dalam peta dan pada tujuan dari pemetaan tersebut. Umumnya skala peta dapat dipisahkan dalam 3 kelompok, yaitu skala besar 1: 10.000 atau lebih besar, skala menengah antara 1: 25.000 s/d 1: 50.000 dan skala kecil antara 1: 100.000 atau lebih kecil.
Sebagaimana uraian diatas, pada hakekatnya besar kecilnya skala Akan menentukan ketelitian gambar-gambar yang terdapat dalam peta yang bersangkutan. Peta dengan skala yang lebih besar, memungkinkan penjelasan-penjelasan yang lebih mendetail untuk daerah yang dicakup dalam pemetaan. Sebaliknya, peta dengan skala yang lebih kecil, maka peta akan memberikan penjelasan yang bersifat lebih umum dan beberapa penjelasan terpaksa harus dihilangkan, karena kondisi-kondisi planimetris dan topografi haruslah dapat dinyatakan dalam ukuran-ukuran symbol yang cukup besar untuk dapat dibaca, akan tetapi dengan ukuran peta yang kecil dapat mencakup daerah yang lebih luas. Selanjutnya peta-peta skala besar adalah peta yang dapat memberikan gambaran suatu daerah secara lebih detail dan umumnya dipergunakan dalam rangka perencanaan pengembangan suatu daerah termasuk usaha-usaha pemeliharaan/konservasinya serta dalam rangka pembuatan rencana-rencana teknis (design) untuk berbagai bangunan yang segera dilaksanakan. Sedangkan peta-peta skala kecil adalah peta-peta yang memberikan gambaran umum suatu daerah dan biasanya digunakan sebagai data-data guna mengetahui/mengikuti perkembangan daerah tersebut secara umum ataupun sebagai data-data permulaan dalam rangka pembuatan kerangka umum pengembangan suatu daerah yang cakupannya relatif sangat luas.


Proyeksi Peta

Defenisi dan Maksud Proyeksi Peta

Seperti yang telah diuraikan di atas, peta adalah sarana guna memperoleh informasi mengenai keadaan bumi yang berbentuk speris, akan tetapi diproyeksi pada bidang datar. Sebagai bidang speris (permukaan kulit sebuah bola)maka bola bumi dengan jari-jari + 6.370 km, adalah merupakan bola yang sangat besar, sehingga suatu areal yang kecil cakupannya pada permukaan kulit bumi dapatlah dianggap sebagai bidang datar. Sebagai Contoh, kesalahan relatif yang diizinkan untuk pengukuran jarak, yaitu selisih antara jarak yang di ukur dengan memperhitungkan kulit bumi sebagai bidang speris dan jarak yang diukur dengan anggapan kulit bumi sebagai bidang datar hanya akan diperkenankan sampai dengan nilai /.1.000.000.
Jadi suatu cakupan pada permukaan bumi yang panjang lengkungnya + 20 km yang dapat dianggap sebagai bidang datar. Dan andaikan peta yang dibuat untuk daerah cakupan tersebut, tidak dihubungkan dengan peta-peta lain di sekitarnya, maka peta tersebut dapat berdiri sendiri dan peta yang di peroleh tersebut dapat dianggap sebagai peta perkecilan mutlak dari daerah  tersebut.
Akan tetapi, jika peta-peta yang lain di sekitar daerah yang bersangkutan harus dipertimbangkan, sehingga peta yang diperoleh harus digabungkan dengan peta-peta di daerah sekitarnya, maka permukaan bumi tidak dapat begitu saja di pindahkan ke sebuah bidang datar, karena akan terjadi kesalahan-kesalahan yang melampaui kesalahan relatif yang diperkanankan. Dalam keadaan yang demikian, guna memperkecil kesalahan-kesalahan hingga pada tingkat-tingkat yang diizinkan, maka dikembangkan berbagai metode proyeksi yang maksudnya adalah agar bentuk-bentuk planimetris dan topografis suatu daerah di permukaan bumi dapat dipindahkan pada bidang-bidang datar dengan tingkat kesalahan yang masih dapat diperkenankan.
Beberapa persyaratan proyeksi untuk peta-peta skala besar :
Persyaratan utama untuk ketiga metode proyeksi peta-peta skala besar  adalah :
Distorsi yang terdapat pada peta haruslah berada dalam batas-batas kesalahan grafis, agar sebanyak mungkin lembaran peta dapat saling berhubungan satu dengan lainnya. Perhitungan plotting untuk setiap lembar peta haruslah sesederhana mungkin.
Perhitungan plotting yang dilakukan dengan tangan, agar dibuat Diusahakan dengan metode yang semudah-mudahnya.
Berdasarkan koordinat titik-titik kontrol, yang telah diukur agar posisinya segera diplot.
Selain mengikuti dengan seksama persyaratan-persyaratan dari point 3) s/d 5), tidak ada satupun metode yang dapat memberikan keunggulan yang berarti dalam usaha menjaga mutu pembuatan peta-peta skala besar.
Secara internasional, proyeksi polihedris yang menggunakan metode proyeksi polikonis telah umum dipergunakan sebagai standar proyeksi peta-peta topografi, terutama untuk peta-peta skala besar.
Akan tetapi dengan pesatnya pengembangan teknik-teknik pemetaan dengan foto udara, terutama setelah perang dunia II, maka prinsip-prinsip metode proyeksi yang sebelumnya hanya digunakan untuk sistem koordinat telah berkembang sedemikian sehingga digunakan juga untuk proyeksi pembuatan peta topografi. Disamping metode proyeksi polihedris, pada pembuatan peta, banyak pula digunakan metode UTM (Universal Transverse Mercartor) dan secara garis besarnya kedua metode tersebut akan diuraikan pada point-point selanjutnya.

Proyeksi UTM.

Dewasa ini metode proyeksi UTM telah digunakan hampir di seluruh dunia, terutama untuk pembuatan peta-peta skala besar dan akhir-akhir ini di Indonesia-pun telah mulai mempraktekkan untuk pembuatan peta-peta topografi skala 1 : 25.000 dan 1 : 50.000. Prinsip dasar metode UTM ini adalah seluruh permukaan bumi di bagi dalam setiap 60 garis bujur, sehingga permukaan bumi terbagi menjadi 60 zone, dimana garis bujur yang melalui tengah-tengah masing-masing zone yang disebut meridian sentral dan proyeksinya didasarkan pada metode Gauss-Kruger. Dengan demikian untuk peta topografi skala 1 : 50.000, pada setiap zone dibuat sistem jaringan dengan interval masing-masing 15, dengan referensi masing-masing adalah meridian sentral untuk garis bujur dan khatulistiwa untuk garis lintang. Kemudian masing-masing petakan pada sistem jaringan tersebut diproyeksikan pada bidang datar dengan skala 1 : 50.000 dan dikelompok-kelompokkan menjadi lembaran peta topografi skala 1 : 50.000. Dengan demikian dalam sebuah zone, pada saat lembaran peta-peta dihubungkan satu dengan lainnya, tidak akan terjadi celah-celah peta hasil proyeksi akan berbeda. Garis-garis bujur dan garis-garis lintang yang merupakan garis-garis grid pada peta adalah garis-garis lengkung yang saling berpotongan tegak lurus satu dengan lainnya. Akan tetapi untuk peta skala 1 : 50.000 atau lebih kecil, maka garis-garis lengkung tersebut praktis dianggap sebagai garis lurus. Pada metode proyeksi Gauss-Kruger, panjang meridian sentral peta disamakan dengan panjang meridian bumi yang sebenarnya, tetapi pada proyeksi metode UTM, panjang meridian sentral peta lebih kecil dari panjang yang sebenarnya, (yaitu 0,9996 kalinya), dengan maksud untuk menjaga agar kesalahan relatifnya berada dalam batas-batas antara 5/10.000 s/d 6/10.000.

Beberapa hal-hal yang penting dari sistem koordinat UTM adalah :
 
Cara memproyeksikan, dilakukan berdasarkan metode proyeksi Gauss-Kruger (proyeksi kerucut yang disesuaikan) pada zone yang terletak antara dua gars bujur dengan selisih 60.
Titik pangkal masing-masing zone adalah meridian sentral dan khatulistiwa.
Perhitungan garis lintang, dimulai dari khatulistiwa pada meridian sentral dan koordinatnya dinyatakan dalam meter (m).
Nomor masing-masing zone  bertambah ke arah timur, jadi garis bujur 1800 s/d 1740 zone barat sebagai No. 1 dan garis bujur 1740 s/d 1800 zone timur sebagai no. 60 (sama dengan klasifikasi garis bujur internasional 1 / 1.000.000).
Lingkup proyeksi yang dapat digunakan hanya sampai dengan garis lintang 800.
Koefisien skala pada meridian sentral ditentukan 0,9996 untuk mencapai angka 1 pada kira-kira panjang garis 180 km pada meridian.
Angka titik pangkal arah garis bujur adalah 0 m untuk belahan bumi utara dan 10.000.000 m untuk belahan bumi Selatan.
Angka titik pangkal untuk arah horizontal (angka sumbu memanjang) adalah 500.000 m, bertambah ke arah timur dari meridian sentral dan berkurang ke arah barat.
Adapun hubungan antar posisi titik-titik pada garis-garis bujur dan garis-garis lintang untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini, masing-masing tanda dan simbol pada gambar tersebut adalah :
Gambar Skema Proyeksi UTM

P                  : Posisi proyeksi sebuah titik pada garis lintang j dan garis l pada permukaan bumi.
O               : Titik Pangkal
OL = k0Sj   : Panjang meridian sentral dari khatulistiwa ke garis j pada peta
GN             : Garis kisi Utara (garis arah/ meridian sentral yang melintasi titik P)
k0              : Koefisien skala pada meridian sentral = 0,9996.
Sj             : Panjang garis meridian sentral dari khatulistiwa ke garis ke garis lintang j di atas permukaan bumi (garis lengkung).
E’              : Angka absolut koordinat horizontal P, E = 500.000 m + E’ (untuk belahan Barat bumi).
N               : Koordinat garis bujur P pada belahan Utara bumi, untuk belahan bumi Selatan bumi : angka koordinat garis bujurnya adalah 10.000.000 m–N.
C               : Sudut meridian konvergen (sudut yang terbentuk antara garis Utara benar dan garis kisi Utara yang melintasi P)

Guna mendapatkan angka-angka E, N, k, dan C dengan mudah, maka US-DMA (US-Defenisi Mapping Agency) menerbitkan buku daftar perubahan garis bujur dan garis lintang permukaan bumi menjadi koordinat-koordinat bidang datar berbentuk persegi panjang yang diambil dari lima bentuk bidang ellips. Disamping itu sebagai tambahan diterbitkan pula tabel angka-angka koordinat untuk setiap 5’ garis bujur dan garis lintang untuk mengetahui koordinat keempat titik ujung garis-garis grid peta topografi dan tabel konversi koordinat siku-siku ke sistem jaringan garis bujur dan garis lintang.

 Proyeksi Polihedris

Jika peta mencakup daerah yang luas dalam skala yang besar dan   Menengah, sehingga tersebut terdiri dari lembaran-lembaran yang cukup banyak yang harus disambung-sambung, maka pemetaannya dapat dilakukan dengan 2 macam cara yang paling umum, yaitu proyeksi UTM dan polihedris. Metode polihedris ini adalah dengan menggunakan garis-garis bujur dan garis-garis lintang tertentu guna membagi-bagi permukaan bumi (suatu daerah) menjadi petakan-petakan persegi empat dan peta dibuat pada masing-masing petakan persegi empat tersebut, tanpa menghubungkan petakan-petakan satu dengan lainnya. Jadi setiap petakan yang kelak akan menjadi setiap lembaran peta akan berdiri secara tersendiri.
Di Indonesia pada zaman Belanda peta-peta umumnya dapat di buat dengan metode proyeksi polihedris.
Sebagai contoh, permukaan bumi pulau Jawa dibagi menjadi petakan-petakan tertentu yang dibatasi oleh garis-garis bujur 1060 48’27’79 E (Jakarta) sebagai titik pangkal koordinatnya. Selanjutnya masing-masing petakan permukaan bumi sebagai bidang speris diproyeksikan secara sentral pada sebuah bidang datar yang melalui ke empat sudut bidang speris tersebut (periksa gambar). Proyeksi dibuat pada setiap petakan yang dibatasi oleh dua buah garis bujur dan dua buah garis lintang yang masing-masing berjarak 10 untuk peta topografi skala 1 : 50.000 dan berjarak 5 untuk peta topografi skala 1 : 25.000. dibandingkan dengan luas seluruh permukaan bumi, maka petakan-petakan ini sangatlah kecil, sehingga dapat dianggap sebagai bidang datar. Karenanya setiap lembar peta dapat dianggap sebagai peta khusus pada petak yang bersangkutan, jadi merupakan peta yang memberikan informasi keadaan Setempat, maka ketelitian skalanyapun hanya berlaku untuk peta yang bersangkutan. Ditinjau lebih teliti, maka lembaran peta akan berbentuk trapezium. Selanjutnya pada peta dengan skala 1 : 50.000 atau lebih, maka jari-jari lintang permukaan bumi pada setiap petakan, dalam batas-batas kesalahan grafis masih dapat dianggap sebagai garis lurus dan bentuk lembar peta topografi merupakan bentuk trapezium.
Pada metode proyeksi polihedris untuk koordinat-koordinat X, Y, sudut arah yang dihitung dari nilai-nilai koordinat, secara Setempat sama dengan sudut arah yang sesungguhnya pada permukaan kulit bumi apabila dalam batas + 20 dari jarak garis bujur dan koreksi proyeksinya yang didasarkan arah tersebut tidak diperlukan. Dengan demikian, areal yang tercakup dalam pemetaan dibagi menjadi petakan-petakan yang dibatasi oleh garis-garis bujur dan garis-garis lintang sebesar 20 x 20 sebagai sebuah sistem. Karenanya, metode ini tidak begitu cocok untuk pembuatan peta skala besar pada daerah cakupan yang luas dengan teknik-teknik fotogrametri, maka sistem koordinat polihedris berlangsur-angsur diganti dengan sistem koordinat UTM.


Gambar Proyeksi Polihedris

 

Rencana dan Komposisi Simbol-Simbol


Pada peta, bentuk-bentuk permukaan bumi yang perlu digambarkan yang di sesuaikan dengan maksud pembuatan peta tersebut haruslah dipilih berdasarkan skala yang diminta dan dinyatakan dalam bentuk gambar yang mudah dibaca serta mudah di mengerti. Peraturan yang detail untuk Penentuan gambar-gambar dalam rangka pembuatan peta di sebut simbol. Bagaimana dan seberapa jauh gambar-gambar yang cocok di sesuaikan maksud pembuatan peta haruslah dinyatakan dengan simbol-simbol dan dalam pembuatan peta tersebut simbol-simbol haruslah di rencanakan terlebih dahulu, baik bentuknya, ukurannya, letaknya pada peta, warnanya, dan lain-lain. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan membuat Komposisi simbol-simbol adalah sebagai berikut :
Rencana simbol-simbol untuk peta topografi
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan simbol-simbol untuk persiapan pembuatan peta adalah sebagai berikut :
Masing-masing titik di atas permukaan bumi (permukaan tanah) dinyatakan dengan angka-angka dalam meter (m) yang menunjukkan garis bujur serta garis lintang geografi dan menunjukkan elevasi dari muka air laut rata-rata.
Bentuk-bentuk planimetris seperti jalan raya, jalan kereta api, rumah-rumah, sungai, dan lain-lain serta bentuk-bentuk topografis seperti garis contour, tebing-tebing, palung-palung, dan lain-lain di atas permukaan tanah di nyatakan dengan gambar-gambar ortografis, di mana muka air laut rata-rata sebagai bidang proyeksinya.
Obyek yang penting tetapi terlalu kecil untuk dinyatakan dalam skala yang sudah ditentukan, biasanya dengan simbol yang lebih diperbesar.
Berbagai macam bangunan, tanda-tanda batas tanah khsusus, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain yang harus di masukkan ke dalam peta, dinyatakan dengan simbol-simbol yang sedapat mungkin mendekati bentuk-bentuk yang sesungguhnya.
Bentuk-bentuk yang tidak dapat dinyatakan dengan garis-garis dan simbol-simbol lainnya, diganti dengan tulisan dengan angka yang bentuk, ukuran serta letaknya di sesuaikan sedemikian rupa sehingga cukup jelas, tetapi tidak terlalu banyak memerlukan tempat.
Khusus untuk peta yang tidak berwarna, penggunaan garis-garis baik yang penuh maupun yang terputus-putus akan semakin dominan dan haruslah di atur dengan cermat ketebalan garis-garis tersebut, disesuaikan dengan bentuk-bentuk yang perlu dinyatakan dalam peta. Di atas. Biasanya garis penuh dipakai untuk menyatakan bentuk-bentuk yang terlihat di atas permukaan tanah atau garis contour standar, sedang garis-garis terputus-putus umumnya untuk menyatakan bentuk-bentuk planimetris yang terdapat di bawah permukaan tanah.
Semua nota penjelasan sebagai pedoman penggunaan atau lembaran peta akan di Tempatkan pada tepi masing-masing lembar peta.
Garis-garis dengan interval tertentu dan teratur pada lembaran peta akan sangat membantu mempermudah pembacaan dan pemakaiannnya.

                Komposisi Simbol pada Peta Topografi

Mengingat penggunaan peta topografi sangat luas, maka peta haruslah dibuat agar dapat memberikan informasi yang selengkap dan sebanyak mungkin mengenai semua bentuk-bentuk penting yang terdapat pada permukaan bumi. Selanjutnya agar tidak terjadi kekacauan pembacaan peta, maka dalam penggunaan simbol-simbol haruslah mengikuti standar yang universal, sehingga memudahkan pemakai baik dalam pembacaannya maupun dalam pengertiannya. Lebih-lebih jika diingat, bahwa peta topografi merupakan landasan dasar untuk pekerjaan pengukuran serta pemetaan detail selanjutnya. Adapun Komposisi simbol-simbol peta topografi yang umum dan standar tertera pada tabel berikut :

Tabel Komponen Simbol

V.     Pembuatan Peta Dasar


Dalam pembuatan peta dasar, pertama-tama yang harus di perhatikan adalah efisiensi. Jadi metode yang di pilih haruslah dengan mempertimbangkan faktor utama tersebut yaitu efisiensi yang tentu saja di sesuaikan dengan persyaratan untuk peta yang akan di buat. Dalam pembatan peta dasar, perhatian haruslah pula di curahkan pada cara-cara melakukan penggambaran seperti penintaan maniskrip, pengkalkiran, penulisan, penempelan dan lain-lain. Dalam hal ini, penintaan dan pengkalkiran di lakukan tanpa menggunakan cara-cara stempel dan Cetakan.

Metode Penggambaran

Metode Manuskrip

Penintaan manuskrip peta diperlukan, jika manuskrip asli hasil pengukuran harus di arsipkan atau disimpan, maka peta konsep supaya langsung ditinta.

Pengkalkiran

Pengkalkiran dilakukan, apabila peta konsep yang tidak berwarna untuk reproduksi yang diperoleh dari maniskrip asli hasil pengukuran dalam gambar ukuran yang asli. Untuk ini agar di usahakan kertas kalkir plastik yang sangat transparan, tetapi dengan Koefisien muai-susut yang kecil. Kertas kalkir tersebut langsung di Tempatkan diatas manuskrip asli dan semua gambar-gambar yang terdapat pada maniskrip harus di pindahkan pada kertas kalkir tersebut. Pengkalkiran ini biasanya untuk pembuatan peta skala yang besar. Pengkalkiran ini biasanya untuk pembuatan peta berskala yang besar. Pengkalkiran biasanya di kerjakan dengan pena gambar dan pena gambar buatan Staedtler-Jerman akhir-akhir ini sangat popular, karena pemakaiannnya sangat mudah, dengan 9 macam ukuran pena (yaitu : 0,1 mm, 0,2 mm, 0,3 mm, 0,4 mm, 0,5 mm, 0,6 mm, 0,8 mm, 10 mm dan 1,2 mm). Selain dari pada itu supaya menggunakan tinta yang hitam pekat dan rata.

VI.   Ketelitian Peta


Ketelitian peta mencakup kesalahan-kesalahan akibat serangkaian pengukuran, kesalahan plotting data pengukuran, kesalahan yang umumnya terjadi pada saat penggambaran simbol-simbol, dan lain-lain. Mengingat kesalahan-kesalahan yang di sebabkan oleh pengukuran dan plotting telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka di bawah ini hanya akan memberikan uraian kesalahan yang terjadi pada saat penggambaran peta.

Kesalahan Plotting Titik-Titik Kontrol

Ketelitian yang di isyaratkan dalam plotting kontrol adalah sebesar 0,1 mm atau lebih kecil untuk semua skala peta. Kesalahan garis-garis rapi pada lembaran peta supaya lebih kecil dari 0,2 mm, sedang kesalahan garis diagonal supaya tidak melebihi 0,5 mm. Penyimpangan penempatan bentuk-bentuk planimetris pada peta untuk semua skala supaya lebih kecil dari 0,5 mm.




Kesalahan Penggambaran Peta

Kesalahan yang disebabkan oleh saat-saat penggambaran seperti ketebalan pensil gambar, kesalahan pada penyimpangan penempatan mistar penggaris dan lain-lain sedapat mungkin di usahakan agar besarnya tidak melebihi 0,2 mm. Kesalahan penggambaran yang tidak mungkin dapat di elakkan tersebut, sampai batas-batas tertentu dapat dikurangi dengan teknik-teknik latihan. Hubungan antara peta yang diizinkan dan jarak sesungguhnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel  Jarak Sesungguhnya sesuai dengan
kesalahan yang diizinkan pada peta

Skala
Jarak sesungguhnya untuk + 0,2 mm            pada peta
Jarak sesungguhnya untuk + 0,5 mm             pada peta
1 :      500
1 :  10.000
1 :  25.000
1 :  50.000
1 : 200.000
+  1 m
+  2
+  5
+  10
+  10
+  2,5 m
+  5
+  12,5
+  25
+  100


Tidak ada komentar:

Posting Komentar