Minggu, 27 Februari 2011

MINERALOGI BATUAN KARBONAT

Pembentukan mineral karbonat tidak lepas dari kondisi air (tawar dan asin) dimana batuan karbonat tersebut terbentuk. Walaupun mineral karbonat dapat terbentuk pada air tawar dan laut, namun informasi banyak diperoleh dari kondisi air laut.

Terdapat variasi kedalaman laut (hingga ribuan meter) dimana mineral-mineral karbonat dapat terbentuk, namun produktifitas terbentuknya mineral karbonat hanya pada wilayah dimana cahaya matahari dapat tembus (Light saturation zone). Tingkat produktifitas mineral karbonat paling tinggi yaitu pada kedalaman 0 – 20 meter (Gambar 1) dimana cahaya matahari efektif menembus kedalaman ini.


Gambar 2.1 Penampang yang memperlihatkan hubungan produksi mineral karbonat terhadap kedalaman laut (Tucker & Wright, 1990).



Selain kedalaman laut, produktifitas mineral karbonat juga ditentukan oleh organisme penyusun batuan karbonat. Beberapa jenis organisme mempunyai komposisi mineral karbonat yang tertentu seperti koral yang umum dijumpai sebagi penyusun batuan karbonat modern memiliki komposisi mineral aragonit, sedangkan organisme lainnya seperti algae, foraminifera umumnya tersusun oleh mineral kalsit (Tabel 1).


Tabel 1 Komposisi mineral setiap organisme yang umum dijumpai pada batuan karbonat modern. (Sumber: Flügel, 1982).

Indikasi organisme tersebut sebenarnya juga menjadi indikasi lingkungan pengendapan yang paling baik. Hal ini juga berlaku jika ditinjau dari segi mineralogi organisme tersebut. Koral misalnya yang berkomposisi aragonit, dimana aragonit hanya ditemukan pada kedalaman hingga 2000 meter, maka dapat dikatakan bahwa koral yang menyusun batuan karbonat umumnya pada lingkungan laut dangkal.

MINERAL UTAMA PENYUSUN BATUAN KARBONAT

Menurut Milliman (1974), Folk (1974) dan Tucker dan Wright (1990) mengungkapkan bahwa mineral karbonat yang penting menyusun batuan karbonat adalah aragonit (CaCO3), kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Selain mineral utama tersebut beberapa mineral sering pula dijumpai dalam batuan karbonat yaitu magnesit (Mg CO3), Rhodochrosite (MnCO3) dan siderit (Fe CO3) (Tabel 2).


Tabel 2 Sifat petrografis mineral pembentuk batuan karbonat (Flügel (1982)

Aragonite
Calcite
(Low-Mg Calcite)
Mg- Calcite
(High-Mg Calcite)
Dolomite
Rumus Kimia
CaCO3
CaCO3
CaCO3
CaMg(CO3)2
Sistem Kristal
rhombik
Hexagonal (rhombohedral) crystal
trigonal
Trace elemen yang umum
Sr, Ba, Pb, K
Mg, Fe, Mn, Zn, Cu
Fe, Mn, Zn, Cu
Mol% MgCO3
-
< 4
> 4 s/d  > 20
40 - 50
Indeks refraksi ganda
0,155
0,172
0,177
Berat jenis
2.94
2,72
2,86
Kekerasan
3,5 - 4
3
3,5 - 4
Kenampakan kristal
Umumnya dalam bentuk acicular (fibrous) micrite
Sering dalam bentuk isometric (sparry calcite) micrite
Micrite, sering dalam bentuk acicular (fibrous)
Sering dalam bentuk isometric (sparry dolomite) micrite
Pembentukan
Dominan pada lingkungan laut dangkal
Dominan pada lingkungan laut dalam, umum pada lingkungan air tawar
Dominan pada lingkungan laut dangkal
Utamanya pada lingkungan laut sangat dangkal (transisi)
 
Jenis mineral yang umum dijumpai tersebut mempunyai kharakteristik yang tidak jauh berbeda seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Walaupun ketiganya umum dijumpai pada batuan karbonat namun yang paling umum adalah kalsit hususnya untuk batuan-batuan tua. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan atau diagenesa dimana mineral aragonit cenderung berubah menjadi kalsit.

Bentuk kristal dari mineral kalsit dikontrol oleh kandungan Mg++ dalam air dan bentuk ikatan kimianya dengan Ca. Semakin besar kandungan Mg++ maka bentuk kristalnya cenderung kurus dan panjang seperti jarum dan sebaliknya cenderung memipih (Gambar 2).

Gambar 2 Bentuk kristal mineral kalsit yang dikontrol oleh kondisi air (dikutip dari Folk, 1972).

Struktur dasar yang umum dalam mineral karbonat adalah grup CO3. struktur ini memiliki 3 atom oksigen dengan pusat kristal pada atom C. ikatan ini merupakan ikatan yang relatif lebih kuat dibanding dengan ikatan kimia lainnya dalam mineral karbonat (Tucker dan Wright, 1990). Bentuk struktur kristal dari ketiga mineral utama karbonat seperti disebutkan pada tabel 2 digambarkan dalam tiga dimensi untuk menjelaskan lapisan-lapisan setiap unit (Gambar 3).

Khusus untuk kalsit dan dolomit mempunyai kesamaan system kristal tetapi berbeda secara struktur. Pada kalsit terdapat perselingan lapisan antara atom Ca dan kelompok CO3. Setiap kelompok CO3 dalam satu lapisan mempunyai orientasi 180O terhadap lapisan didekatnya (Gambar 2.3).


Gambar 3 Morfologi kristal mineral karbonat (kalsit dan dolomit).

Ketiga mineral utama tersebut mempunyai lingkungan pembentukan tersendiri. Mineral aragonit terbentuk pada lingkungan yang mempunyai temperatur tinggi dengan penyinaran matahari yang cukup, sehingga batuan karbonat yang tersusun oleh komponen dengan mineral aragonit merupakan produk laut dangkal dengan kedalaman sekitar 2000 meter, namun perkembangan maksimum adalah hingga kedalaman 200 meter. Sedangkan mineral kalsit merupakan mineral yang stabil dalam air laut dan dekat permukaan kulit bumi. Mineral kalsit tersebut masih bisa ditemukan hingga kedalam laut mencapai 4500 meter (Gambar 2.4).

Dolomit adalah mineral karbonat yang stabil dalam air laut dan dekat permukaan. Dolomit menurut sebagian ahli merupakan batuan karbonat yang terbentuk oleh hasil diagenesa batuan yang telah ada. Dengan demikian maka dolomit hanya umum dijumpai pada daerah evaporasi atau transisi.

Wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada kedalaman sekitar 600 meter disebut lysocline dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite Compensation Depth (ACD). Sedangkan mineral kalsit mulai melarut pada kedalaman sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak ditemukan lagi mineral karbonat atau disebut Calcite Compensation depth (CCD) (Gambar 4).

Gambar 4 Diagram yang memperlihatkan posisi relatif mineral aragonit dan kalsit terhadap kedalaman air laut dan tingkat solubilitas mineral yang ditunjukkan oleh garis ACD dan CCD pada daerah tropis. Pembagian zona menjadi 4 zona yaitu zona presipitasi (I), zona dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi mineral karbonat (IV).

Terjadinya perbedaan tersebut tidak hanya terjadi oleh karena perbedaan sinar matahari yang bisa masuk tetapi juga disebabkan oleh temperatur air laut, kandungan Mg2+, saturasi dari konsentrasi CO32- serta fisiologi biotanya (Tucker dan Wright, 1990).

Diagram yang diperlihatkan pada gambar 4 di atas secara berangsur berubah atau mendangkal seiring dengan perubahan latitude, damana semakin ke arah kutup, maka zona-zona tersebut semakin mendangkal (Gambar 5). Perubahan tersebut terjadi oleh perbedaan cahaya matahari yang bisa masuk kedalam air laut. Kedalaman air laut yang bisa tertembus oleh sinar matahari semakin tinggi pada posisi dekat dengan equator atau khatulistiwa. Oleh karena itu pada daerah-daerah equatorial merupakan wilayah yang menjadi tempat berkembangnya terumbu modern yang baik. Sebaliknya zona yang menjauh dari daerah equatorial maka kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya matahari semakin dangkal sehingga semakin kurang baik perkembangan terumbunya.


Gambar 5 Diagram yang memperlihatkan posisi relatif zona presipitasi (I), zona dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi mineral karbonat (IV) terhadap latitude.

Khusus untuk daerah tropis, pembagian zona tersebut CCD mencapai kedalaman laut sekitar 4500-an meter atau hingga laut dalam (deep sea). Jika zona- zona tersebut diintegrasikan dengan panampang lingkungan pengendapan laut secara dua dimensi (Gambar 6), maka zona dimana masih bisa ditemukan adanya mineral kalsit termasuk kedalam laut dalam (deep sea) pada zona III.

Gambar 6 Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat terhadap lingkungan pengendapan pada laut modern

Tidak ada komentar:

Posting Komentar