Leighton & Pendexter (1962) telah membedakan batuan karbonat berdasarkan kandungan kalsit, dolomit dan mineral pengotornya (non-karbonat). Klasifikasi tersebut menyebutkan bahwa batuan karbonat (dolostone dan limestone) jika batuan tersebut berkomposisi mineral karbonat di atas 50%. Sedangkan Tucker dan Wright (1990) mendefenisikan bahwa batuan karbonat harus mempunyai mineral karbonat di atas 50%. Sementara batuan yang memiliki kandungan karbonat kecil dari 50% dan signifikan dipertimbangkan dapat menjadi awalan yang menunjukkan sifat karbonatan.
Berdasarkan pengertian batuan karbonat tersebut di atas kemudian mengelompokkannya berdasarkan klasifikasi batuan pada buku AAPG Memoir 1 (1962). Secara umum dalam buku ini akan dijelaskan klasifikasi batuan karbonat berdasarkan Dunham (1962) dan penyempurnaannya dan klasifikasi oleh Folk (1962).
Perbedaan kedua klasifikasi tersebut terletak dari cara pandangnya. Folk membuat klasifikasi berdasarkan apa yang dilihatnya melalui mikroskop atau lebih bersifat deskriptif, sedangkan Dunham lebih melihat batuan karbonat dari aspek deskriptif dan genesis, sehingga dalam klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan kenampakan dibawah mikroskop tetapi juga kenampakan lapangan (field observation).
Klasifikasi Folk menuntun kita untuk mendeskripsi batuan karbonat tentang apa yang dilihat dan hanya sedikit untuk dapat menginterpretasikan apa yang dideskripsi tersebut. Sebenarnya batuan karbonat merupakan batuan yang mudah mengalami perubahan (diagenesis) oleh karena itu studi tentang batuan karbonat tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika tidak mengetahui proses-proses yang terjadi pada saat dan setelah batuan tersebut terbentuk.
Kelemahan klasifikasi Folk tersebut diperbaiki oleh Dunham dan membuat klasifikasi baru dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Kelebihan klasifikasi Dunham (1962) adalah adanya perpaduan antara deskriptif dan genetik dalam pengklasifikasian batuan karbonat. Selanjutnya klasifikasi ini disempurnakan oleh Embry dan Klovan (1971) yang lebih mempertimbangkan kepada genetik batuannya. Dengan menggunkan klasifikasi tersebut maka secara implisit akan menggambarkan proses yang terjadi selama terbentuknya batuan tersebut demikian pula dengan lingkungan pengendapannya. Oleh karena itu klasifikasi tersebut menjadi lebih populer dibanding dengan klasifikasi Folk.
Menurut Dunham 1962 bahwa tekstur batugamping atau batuan karbonat dapat menggambarkan genesa pembentukannya, sehingga klasifikasi ini dianggap mempunyai tipe genetik dan bukan deskriptif seperti yang dikemukakan oleh Folk (1962). Terdapat empat dasar klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham 1962 yaitu kandungan lumpur karbonat (mud), kandungan butiran, keterikatan komponen, dan kenampakan tekstur hasil diagenesis (Tabel 3.1). Tekstur batuan karbonat yang didominasi oleh kehadiran mud (mikrit) atau mud supported terbagi dua yaitu batuan yang mengandung butiran lebih dari 10% dan dimasukkan kedalam mudstone, sedangkan batuan yang kandungan butirannya lebih besar dari 10% dimasukkan kedalam wackestone.
Grain supported atau batuan yang didominasi oleh butiran adalah tekstur batuan karbonat yang terendapkan pada lingkungan berenergi sedang – tinggi. Tekstur ini terbagi dua yaitu yang masih mengandung matriks digolongkan menjadi packstone dan yang tidak mengandung matriks sama sekali atau grainstone.
Tabel Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan Dunham 1962 yang didasarkan pada kehadiran mud (mikrit) dan butiran (grain).
Kelompok ketiga dalam klasifikasi Dunham adalah batuan dimana komponennya saling terikat satu sama lainnya atau tersusun oleh organisme. Dalam klasifikasi tersebut tekstur seperti ini dimasukkan kedalam boundstone. Selain ketiga kelompok tekstur di atas, maka batuan karbonat juga dikelompokkan berdasarkan diagenetiknya, yaitu jika komponen penyusunnya tidak lagi memperlihatkan tekstur asalnya. Kelompok batuan ini dikenal sebagai kristallin karbonat (calcite crystalline rocks dan dolomite crystalline rocks).
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971 menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan pengaruh energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut. Embry & Klovan melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan dengan tekstur wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry & Klovan bahwa batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen) sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu floatstone untuk menggambarkan lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2 mm.
Klasifikasi batuan karbonat yang dibedakan berdasarkan tekstur pengendapannya, tipe butiran, dan faktor lainnya seperti yang diperkenalkan oleh Dunham 1962. Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (1971) yang mempertimbangkan ukuran butir dan bentuk perkembangan organisme pembentuk batuan
Selain berdasarkan pada ukuran fragmen dalam batuan, Embry & Klovan juga memberikan perhatian pada organisme yang menyusun batuan karbonat yang dalam klasifikasi Dunham (1962) menamakan boundstone. Menurutnya bahwa cara sedimen terperangkap pada organisme penyusun boundstone perlu dibedakan menjadi tiga yaitu bindstone, bafflestone dan framestone.
Seperti yang terlihat pada illustrasi di atas bahwa masing-masing tekstur mempunyai kekhasan tersendiri. Bindstone adalah orgnisme yang menyusun batuan karbonat dimana cara hidupnya dengan mengikat sedimen yang terakumulasi pada organisme tersebut. Organisme yang seperti ini biasanya hidup dan berkembang didaerah berenrgi sedang – tinggi. Batuan ini umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan kerangka organik, seperti koral, bryozoa dll, tetapi telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan (encrustation) gamping yang dikeluarkan oleh ganggang merah.
Penyempurnaan klasifikasi Dunham oleh Embry dan Klovan yang membagi boundstone menjadi tiga yaitu bafflestone, bindstone dan framestone. Selain itu wackestone menjadi floatstone dan grainstone manjadi rudstone jika butiran lebih besar dari 2 mm.
Bafflestone adalah tekstur batuan karbonat yang terdiri dari organisme penyusun yang cara hidupnya menadah sedimen yang jatuh pada organisme tersebut. Tekstur ini umumnya dijumpai pada daerah berenergi sedang. Bafflestone terdiri dari kerangka organik seperti koral (branching coral) dalam posisi tumbuh (growth position) dan diselimuti oleh lumpur gamping. Kerangka organik bertindak sebagai “baffle” yang menjebak lumpur gamping. Tekstur yang ketiga adalah framestone. Batuan ini tersusun oleh organisme yang hidupnya pada daerah yang berenergi tinggi sehingga tahan terhadap gelombang dan arus. Penyusun batuan ini seluruhnya dari kerangka organik seperti koral, bryozoa, ganggang, sedangkan matriksnya < 10% dan semen mungkin kosong. Secara umum pembagian zona energi dan batuan penyusun meurut Embry & Klovan (1971) diperlihatkan pada gambar berikut.
Selain klasifikasi Dunham, maka klasifikasi batuan karbonat yang sering digunakan adalah klasifikasi Folk (1959/1962). Klasifikasi ini lebih menekankan kepada pendekatan deskriptif dan tidak mempertimbangkan masalah genetiknya. Dasar pembagiannya adalah kehadiran sparit (semen) dan mikrit (matriks). Selain itu klasifikasi ini juga melihat volume butiran (allochem) dalam batuan yang diurut seperti intraklas, ooid, fosil/pellet.
Kehadiran sparit dan mikrit menjadi komposisi utama dimana jika sparitnya lebih besar daripada mikrit maka nama batuannya akan berakhiran ......sparit, demikian pula jika mikrit yang lebih dominan maka nama batuannya akan berakhiran ......mikrit. Awalan dalam penamaan batuan karbonat menurut Folk tergantung pada komposisi intraklas, jika intraklas di atas 25% maka nama batuannya menjadi intasparit atau intramikrit. Namun jika butiran ini tidak mencapai 25% maka butiran kedua menjadi pertimbangan yaitu ooid, sehingga batuan dapat berupa oosparit atau oomikrit.
Pertimbangan lainnya adalah jika kandungan ooid kurang dari 25%, maka perbandingan pellet dan fosil menjadi penentu nama batuan. Terdapat tiga model perbandingan (fosil : pellet) yaitu 3:1, 1:3, dan antara 3:1 – 1:3. Jika fosil lebih besar atau 3 : 1 maka nama batuannya biosparit atau biomikrit demikian pula sebaliknya akan menjadi pelsparit atau pelmikrit. Jika oerbandingan ini ada pada komposisi 3:1 – 1:3 maka menjadi biopelsparit atau biopelmikrit.
Klasifikasi ini juga masih menganut paham Grabau dengan menambahkan akhiran rudit jika allochemnya mempunyai ukuran yang lebih besar dari 2 mm dengan prosentase lebih dari 10%. Dengan demikian penamaan batuan karbonat menurut klasifikasi ini akan menjadi ……….rudit (misalnya biosparudit, oomikrudit dst).
Klasifikasi batuan karbonat menurut Folk (1959) yang membagi batuan karbonat secara deskriptif. Kehadiran sparit dan mikrit menjadi pertimbangan utama dalam klasifikasi ini.
kak abazz
BalasHapus